Pengertian
Absence seizure (kejang absans) merupakan jenis kejang dengan gejala berupa bengong selama beberapa detik saat kejang terjadi.
Absence seizure (kejang absans) merupakan jenis kejang dengan gejala berupa bengong selama beberapa detik saat kejang terjadi. Jenis kejang ini disebut juga dengan istilah kejang petit mal.
Absence seizure paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada usia 4–14 tahun. Umumnya kejang terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Meski demikian, dapat berulang berkali-kali dalam sehari.
Terdapat kasus di mana penderita mengalami kejang ini hingga sepuluh kali dalam sehari, ada pula yang mengalaminya hingga ratusan kali dalam sehari.
Sayangnya, karena gejalanya hanya berupa bengong, kondisi absence seizure sering terlambat disadari.
Kejang tipe absans merupakan bagian dari penyakit epilepsi. Oleh karena itu, pengamatan dan pengobatan absence seizure sangat penting.
Kejang absans atau absence seizure atau juga dikenal sebagai petit mal seizure adalah kejang yang lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa.
Kejang absans merupakan penurunan kesadaran yang berlangsung singkat dan terjadi secara tiba-tiba. Orang dengan kondisi ini mungkin terlihat seperti sedang bengong atau memiliki tatapan kosong selama beberapa detik hingga akhirnya mendapatkan kembali tingkat kewaspadaan normalnya.
Sebutan lainnya adalah Petit mal atau absans adalah kejang yang paling sering terjadi pada anak-anak. Disebut petit karena kejang ini berlangsung sangat cepat, kurang dari 15 detik. Bahkan, gejala kejang ini bisa sama sekali tidak terlihat. Meski demikian, petit mal bisa berbahaya jika menyebabkan seseorang hilang kesadaran.
Penyebab
Absence seizure disebabkan oleh adanya aktivitas listrik yang abnormal di otak. Penyebab abnormalitas aktivitas listrik masih belum diketahui dengan jelas. Mutasi genetik diduga juga menjadi salah satu penyebabnya, namun gen mana yang mengalami mutasi masih dalam tahap penelitian lebih lanjut.
Selain faktor genetik, beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kejang absans adalah:
• Kebiasaan minum alkohol
• Pengguna kokain
• Efek samping obat seperti antibiotik penisilin dosis tinggi, INH dosis tinggi, dan obat jenis neuroleptik
Otak manusia bekerja dengan begitu menakjubkan mengatur segala hal. Sel-sel saraf di otak mengirim sinyal kimia dan elektrik untuk berkomunikasi. Ketika terjadi kejang, aktivitas otak terganggu. Justru yang terjadi adalah aktivitas pengiriman sinyal elektrik otak mengalami pengulangan atau repetisi.
Hingga kini, para peneliti masih belum tahu pasti penyebab spesifik terjadinya petit mal. Kejang ini bisa jadi merupakan faktor genetik dan diturunkan dari generasi ke generasi.
Pada beberapa orang, ada hal yang memicu kambuhnya kejang petit mal. Contohnya seperti cahaya yang menyilaukan atau kekurangan karbon dioksida dalam tubuh (hiperventilasi).
Tubuh manusia bergantung pada otak untuk berbagai fungsi tubuh. Sel-sel saraf di otak akan mengirim sinyal listrik dan kimia satu sama lain untuk berkomunikasi. Nah, kejang terjadi sebagai akibat dari perubahan abnormal aktivitas listrik di otak seseorang.
Selama kejang absans terjadi, sinyal listrik otak mungkin berlangsung berulang kali. Pengidap juga mungkin telah mengalami perubahan tingkat neurotransmiter, yang merupakan pembawa pesan kimia yang membantu sel-sel otak berkomunikasi, dilansir Healthline.
Meski para peneliti tidak mengetahui penyebab spesifik dari kejang absans, tetapi komponen genetik tertentu bisa jadi berpotensi dalam mengakibatkannya. Berdasarkan tinjauan ilmiah berjudul “Absence epilepsy: Continuum of clinical presentation and epigenetics?” dalam European Journal of Epilepsy tahun 2016, ditemukan adanya beberapa mutasi gen pengode saluran ion yang bisa berkontribusi pada berkembangnya kondisi kejang absens pada sejumlah keluarga
Diagnosis
Untuk mendiagnosis kejang petit mal seseorang, dokter spesialis saraf perlu melakukan pemeriksaan menyeluruh seperti:
• Gejala
• Kesehatan fisik
• Konsumsi obat
• Riwayat medis
• Pemindaian gelombang otak (imaging)
Selain itu, dokter juga akan meminta MRI otak untuk melihat lebih detil kondisi pembuluh darah di otak. Cara ini juga bisa mendeteksi apakah ada kemungkinan munculnya tumor.
Cara lain untuk mendiagnosis kondisi ini bisa dengan memberikan stimulus cahaya terang atau hiperventilasi. Tujuannya untuk memancing munculnya kejang petit mal. Saat melakukan tes ini, digunakan mesin electroencephalography yang dapat mengukur gelombang otak. Di sinilah terlihat apakah ada perubahan fungsi otak atau tidak.
Gejala
Gejala utama absence seizure adalah bengong yang terjadi selama beberapa detik. Saat itu, penderitanya tidak bisa diajak bicara, tidak mendengar, dan tidak bisa bercakap-cakap dengan orang lain.
Terkadang selain bengong, gejala kejang tipe absans juga disertai dengan mulutnya mengecap-ngecap atau menggerak-gerakkan alis. Pada jenis kejang ini, segera setelah serangan kejang berakhir, penderita langsung bisa beraktivitas seperti biasa lagi.
Hal ini menyebabkan absans sering terlambat diketahui karena seperti tidak mengalami gangguan apa pun.
Gejala khas kejang absans yang sederhana adalah tatapan kosong atau bengong sesaat. Ini mungkin berlangsung sekitar 10- 20 detik tanpa kebingungan, sakit kepala, atau kantuk sesudahnya. Mengutip Mayo Clinic, berbagai tanda dan gejala kejang absans lainnya mungkin mencakup:
• Tiba-tiba berhenti bergerak tanpa jatuh
• Mengecap bibir
• Kelopak mata bergetar
• Gerakan mengunyah
• Menggosok jari
• Gerakan kecil kedua tangan
Setelah periode kejang selesai, tidak akan ada ingatan tentang kejadian kejang tersebut. Sebagian orang mengalami episode kejang ini beberapa kali setiap harinya, sehingga ini akan mengganggu sekolah atau kegiatan sehari-hari.
Untuk membantu mengenali gejala kejang absans, penurunan kemampuan belajar anak bisa jadi pertanda dari gangguan ini. Selain itu, guru juga mungkin berkomentar atau melaporkan bahwa anak sering melamun atau ketidakmampuan anak dalam memperhatikan saat belajar.
Faktor Resiko
• Usia: kejang absans paling sering terjadi pada anak berusia 4 hingga 12 tahun. Puncak dari kondisi ini diperkirakan terjadi pada usia 6 hingga 7 tahun.
• Pemicu: hiperventilasi atau lampu berkedip dapat memicu kejang absans pada sejumlah orang.
• Jenis kelamin: kejang ini lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki.
• Riwayat dalam keluarga: memiliki riwayat keluarga dengan epilepsi akan meningkatkan risiko alami juvenile absence epilepsy (JAE), yakni sindrom sindrom epilepsi yang ditandai dengan kejang absans dan kejang tonik klonik. Sekitar 41,8 persen anak dengan JAE memiliki riwayat epilepsi dalam keluarga mereka.
Komplikasi
Sebagian besar pengidap dapat mengatasi kejang absans, sementara beberapa lainnya mungkin harus minum obat antikejang sepanjang hidup untuk mencegah kejang atau mengembangkan kejang di seluruh tubuh seperti kejang tonik klonik di kemudian hari.
Selain itu, beberapa komplikasi lain yang mungkin terjadi bisa berupa:
• Kesulitan belajar
• Masalah perilaku
• Isolasi sosial
Pencegahan
Kejang merupakan kondisi yang tidak bisa disembuhkan sepenuhnya. Mengonsumsi obat-obatan sesuai resep dokter adalah salah satu cara terbaik dalam mengelola kejang absans.
Tak hanya itu, berbagai perubahan gaya hidup juga bisa membantu mencegahnya terjadi. Seperti dipaparkan di laman Johns Hopkins Medicine, beberapa upaya tersebut dapat termasuk:
• Memperoleh waktu tidur yang cukup setiap harinya
• Menemukan cara terbaik untuk mengelola stres
• Mengonsumsi makanan yang sehat
• Berolahraga secara teratur
Sebagian besar orang dengan kejang absans mampu hidup aktif dengan obat-obatan dan perubahan gaya hidup lainnya. Namun, kadang beberapa aktivitas bisa berbahaya karena risiko hilangnya kesadaran untuk sementara waktu akibat kondisi tersebut.
Pengobatan
Kebanyakan kasus kejang absans bisa diobati dengan obat antikejang. Perawatan pada anak yang biasa direkomendasikan adalah obat seperti ethosuximide, lamotrigin, asam valproat, atau divalproex sodium.
Menurut Epilepsy Foundation, sekitar 7 dari 10 anak dengan kejang absans dapat mengendalikannya pada usia 18 tahun. Seandainya hal ini terjadi, pengobatan mungkin tidak diperlukan lagi saat mereka sudah dewasa.
Anak yang mulai mengalami kejang absans sebelum usia 9 tahun juga memiliki potensi yang lebih besar untuk mengatasi kondisi ini dibanding anak yang kejang absansnya baru dimulai setelah usia 10 tahun.
Namun demikian, sejumlah anak lainnya mungkin memerlukan obat antikejang dalam jangka panjang. Untuk lebih jelasnya, pastikan untuk mempelajari risiko, perawatan, dan prospek masa depan penderita kejang dengan berkonsultasi pada ahli saraf.
Terapi utama untuk mengatasi absence seizure adalah dengan mengonsumsi obat anti-epilepsi. Karena efek sampingnya yang cukup bervariasi, obat ini hanya boleh diberikan oleh dokter ahli saraf dengan pemantauan yang ketat. Penderita kejang tipe absans harus selalu kontrol dengan teratur ke dokter.
Ada banyak obat anti-epilepsi, namun yang paling efektif untuk mengatasi epilepsi tipe absans adalah ethosuximide dan asam valproat.
Hingga saat ini yang lebih mudah didapat di Indonesia adalah asam valproat. Obat tersebut harus diminum dalam waktu yang lama, umumnya diminum selama setidaknya dua tahun.
Lama mengonsumsi obat anti-epilepsi pada satu orang bisa berbeda dengan orang lain. Bila setelah mengonsumsi obat dalam jangka waktu tertentu, kejang absans sudah tidak muncul lagi, maka dokter akan menurunkan dosis obatnya secara perlahan.
Namun bila kejang absans masih belum bisa dikendalikan dengan obat, maka sering kali dosis obat perlu ditambah, atau perlu dilakukan kombinasi dengan obat lain.
Penderita kejang absans bisa beraktivitas seperti biasa, Namun untuk beberapa aktivitas, misalnya berenang, perlu diawasi dengan ketat karena bila terjadi absans saat berenang, risiko tenggelam bisa terjadi meski kemungkinannya kecil.
Untuk Info Berobat Terapi di GSQ, Silahkan Hubungi KONTAK KAMI
Source : klikdokter, idntimes, sehatq, guesehat,